Kenapa hp Android jarang menggunakan sensor ultrasonik?
Kemampuan sensor ultrasonik dalam mengukur jarak dan mengidentifikasi objek dengan presisi tinggi memang menarik, tetapi penggunaan sensor ini pada perangkat Android sering kali terbatas karena aspek biaya produksi dan efisiensi energi. Banyak produsen lebih memilih sensor lain yang lebih efisien dan mampu memenuhi kebutuhan dasar pengguna tanpa meningkatkan harga produk secara signifikan. Alternatif yang ada, seperti sensor kedekatan berbasis inframerah atau kamera, sudah cukup untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan pengguna sehari-hari tanpa perlu teknologi yang lebih canggih seperti sensor ultrasonik.
Biaya produksi tinggi
Sensor ultrasonik pada hp Android, seperti yang terdapat pada beberapa model Samsung Galaxy series, umumnya dihindari karena biaya produksinya yang tinggi. Komponen ini memerlukan teknologi yang lebih kompleks dan mahal untuk diintegrasikan, contohnya dalam penggunaan di perangkat seperti Google Pixel Pro yang menawarkannya untuk fitur pemindaian wajah.
Selain itu, produsen lebih memilih sensor kapasitif seperti yang digunakan pada iPhone 14, yang lebih murah dan lebih efisien dalam pembuatan. Dengan pengurangan biaya ini, margin keuntungan dapat meningkat (seperti yang terlihat pada strategi harga Xiaomi), dan itu sangat menguntungkan bagi perusahaan.
Baca juga: Kenapa sensor sidik jari di hp Android sering gagal?
Keterbatasan fungsionalitas
Sensor ultrasonik pada hp Android, seperti yang digunakan pada Samsung Galaxy S21, seringkali dianggap memiliki keterbatasan fungsionalitas dalam hal akurasi pengukuran kedalaman serta sensitivitas terhadap kondisi lingkungan. Misalnya, pada kondisi cahaya rendah atau kebisingan tinggi, akurasi sensor ultrasonik dapat menurun. Selain itu, sensor ini dapat terpengaruh oleh faktor eksternal, seperti kebisingan atau debu, yang membuat performa terganggu, terutama pada model-model yang lebih murah seperti Xiaomi Redmi Note 10.
Penggunaan teknologi seperti sensor optik, contohnya yang ada pada iPhone 12 yang menggunakan teknologi LIDAR, lebih umum digunakan karena kecepatan dan efisiensinya dalam memfokuskan cahaya. Akibatnya, produsen lebih memilih solusi yang lebih praktik dan handal dalam pengambilan gambar dan pengenalan wajah, seperti yang terlihat pada sistem Face ID di iPhone yang memungkinkan pengenalan wajah yang cepat dan akurat.
Lainnya: Kenapa sensor cahaya pada hp Android sering tidak responsif?
Konsumsi daya berlebih
Hp Android jarang menggunakan sensor ultrasonik, seperti yang terlihat pada beberapa model Samsung Galaxy, karena konsumsi daya berlebih yang dihasilkan. Teknologi ini, contohnya Qualcomm Snapdragon Sonar, memerlukan pemrosesan sinyal yang intensif, sehingga menguras baterai Lithium Ion dengan cepat.
Kualitas sinyal ultrasonik juga bisa terganggu oleh berbagai faktor lingkungan, seperti kebisingan atau gelombang suara lainnya. Ketergantungan pada sumber daya tambahan, seperti pengisian daya cepat yang mungkin tidak tersedia di semua model, membuatnya kurang efisien dibandingkan dengan sensor optik yang digunakan di banyak perangkat Android, seperti yang ditemukan pada Google Pixel 6.
Serupa: Kenapa sensor sidik jari hp Android sulit mendeteksi?
Ukuran komponen besar
Sensor ultrasonik, seperti yang ditemukan pada perangkat tertentu seperti Samsung Galaxy S-seri, memiliki ukuran komponen yang cukup besar, membuatnya kurang ideal untuk desain slim pada smartphone. Banyak produsen, termasuk Apple dengan iPhone-nya, lebih memilih sensor kapasitif yang lebih kecil dan efisien, seperti yang digunakan pada layar iPhone 13.
Daya tahan dan akurasi sensor ultrasonik juga bisa terpengaruh oleh kondisi lingkungan sekitar, misalnya, kelembapan atau suhu ekstrem yang dapat mengganggu pembacaan jarak. Dengan tren smartphone yang semakin tipis, seperti pada model Xiaomi Mi 11, penggunaan sensor ultrasonik menjadi semakin tidak praktis, sehingga lebih banyak produsen beralih ke teknologi alternatif yang lebih ringkas dan efektif.
Lihat ini: Kenapa sensor proximity di hp Android kadang bermasalah?
Kurangnya aplikasi pendukung
Banyak ponsel Android, seperti Samsung Galaxy S21 atau OnePlus 9, tidak menggunakan sensor ultrasonik karena minimnya aplikasi pendukung yang memanfaatkan teknologi tersebut. Hal ini menyebabkan pengembang enggan untuk mengintegrasikan fitur-fitur yang memerlukan sensor ini, seperti pemindaian sidik jari ultrasonik yang lebih canggih, yang dapat ditemukan pada perangkat seperti Qualcomm 3D Sonic Max.
Akibatnya, produsen lebih memilih menggunakan sensor kapasitif, seperti yang terdapat pada Xiaomi Mi 11 atau Google Pixel 5, yang lebih umum dan didukung oleh lebih banyak aplikasi. Dengan kurangnya dukungan ini, sensor ultrasonik menjadi kurang menarik untuk diadopsi di pasar ponsel Android, membuat banyak pengguna tetap menggunakan teknologi pemindaian yang lebih konvensional dan terpercaya.
Rekomendasi lain: Kenapa hp Android selalu memerlukan kalibrasi sensor baru?
Persaingan fitur alternatif
Hp Android lebih sering mengandalkan sensor optik, misalnya seperti yang digunakan pada Samsung Galaxy A52, atau capacitive seperti yang terdapat di Xiaomi Mi 10 sebagai alternatif untuk sensor ultrasonik dalam pengenalan sidik jari. Teknologi optik lebih murah dan lebih mudah diintegrasikan ke dalam layar, sehingga banyak produsen, seperti OnePlus dan Oppo, memilihnya untuk model-model terbaru mereka.
Selain itu, kemajuan pada teknologi pemindai sidik jari dalam layar, seperti yang terlihat pada Google Pixel 6, memberikan performa yang cukup baik dengan kecepatan tinggi. Tidak heran jika fitur-fitur seperti pengenalan wajah, seperti pada iPhone 13, dan sensor biometrik lainnya menjadi pilihan populer untuk meningkatkan pengalaman user, terutama dalam memberikan keamanan dan kenyamanan saat menggunakan perangkat.
Terkait: Kenapa sensor giroskop di hp Android sering error?
Keterbatasan permintaan pasar
Keterbatasan permintaan pasar menjadi alasan utama mengapa hp Android, seperti Samsung Galaxy A53 dan Xiaomi Redmi Note 11, jarang mengadopsi sensor ultrasonik. Konsumen lebih memilih fitur yang sudah teruji, seperti pemindai sidik jari optik yang lebih murah dan mudah diintegrasikan. Misalnya, banyak perangkat menengah seperti Oppo A54 menggunakan pemindai sidik jari optik karena biayanya yang lebih rendah dan efektivitasnya yang terbukti.
Biaya produksi dan pengembangan sensor ultrasonik cenderung lebih tinggi, sehingga vendor seperti OnePlus dan Google lebih memilih teknologi yang bisa membawa margin keuntungan lebih besar. Selain itu, edukasi tentang manfaat sensor ultrasonik, seperti akurasi yang lebih tinggi dalam mengenali sidik jari dalam berbagai kondisi pencahayaan, kepada konsumen juga kurang. Hal ini membuat produsen ragu untuk memasarkannya, termasuk pada model flagship mereka, seperti OnePlus 10 Pro yang masih mengandalkan pemindai sidik jari optik.
Terkait: Kenapa sensor accelerometer hp Android tidak akurat?
Kompleksitas integrasi
Kompleksitas integrasi sensor ultrasonik dalam handphone Android, seperti pada Samsung Galaxy S21, sangat tinggi. Pertama, sensor ini memerlukan kalibrasi yang rumit agar dapat berfungsi secara optimal, contohnya adalah pengaturan jarak dan sudut deteksi yang tepat untuk menghasilkan pembacaan yang akurat. Kedua, banyaknya komponen tambahan, seperti pengontrol dan modul pemrosesan, yang diperlukan untuk mendukung kinerja sensor ini meningkatkan ukuran dan berat perangkat, mengingat handphone tipis seperti Oppo Reno4 memiliki batasan dalam hal ketebalan. Ketiga, ruang di dalam chassis handphone, terutama pada model kompak seperti iPhone 13 Mini, sangat terbatas, sehingga sulit untuk memfasilitasi semua komponen tersebut dengan efisien tanpa mengorbankan desain dan estetika perangkat.
Lihat ini: Kenapa sensor suhu pada hp Android jarang tepat?
Inovasi teknologi lain
Hp Android lebih mengandalkan teknologi seperti pemindai sidik jari optik, misalnya pada Samsung Galaxy S21 dan Xiaomi Mi 11 yang menawarkan fitur ini untuk membuka kunci perangkat secara cepat dan aman. Selain itu, pemindai wajah berbasis inframerah juga digunakan dalam perangkat seperti Google Pixel 6, yang mengizinkan pengguna untuk membuka kunci hp menggunakan deteksi wajah dengan akurasi tinggi meskipun dalam kondisi pencahayaan rendah.
Sensor kapasitif juga populer karena keakuratan dan responsivitasnya yang tinggi, contohnya pada layar perangkat LG Velvet yang memberikan pengalaman sentuh yang halus dan responsif. Teknologi NFC (Near Field Communication) dan pengisian daya nirkabel semakin diadopsi, seperti pada OnePlus 9 dan Apple iPhone 13, yang memungkinkan pengguna untuk melakukan pembayaran digital dan mengisi daya baterai tanpa kabel untuk kenyamanan lebih.
Selain itu, banyak produsen seperti Huawei dan Oppo mengembangkan AI (Artificial Intelligence) untuk meningkatkan performa kamera, seperti fitur pengenalan scene dan pengoptimalan gambar secara otomatis, memberikan pengalaman pengguna yang lebih baik dengan hasil foto berkualitas tinggi.
Lainnya: Kenapa sensor gravitasi sehari-hari jarang dibaca oleh hp Android?
Preferensi konsumen
Preferensi konsumen dalam memilih smartphone Android, seperti Samsung Galaxy S23 atau Xiaomi Mi 13, cenderung mengutamakan fitur yang lebih praktis dan efisien. Sensor ultrasonik, seperti yang digunakan pada smartphone Samsung Galaxy S21, meskipun menawarkan keamanan yang lebih baik untuk pemindai sidik jari, sering dianggap kurang responsif dibandingkan dengan sensor optik, seperti pada model-model OPPO Find X5.
Banyak pengguna lebih menyukai pengalaman pengguna yang cepat dan tanpa gangguan, meskipun mengorbankan aspek keamanan. Contohnya, pada perangkat Google Pixel 7 yang menggunakan sensor optik, responsifitas saat membuka kunci lebih cepat. Selain itu, konsumen juga lebih memperhatikan daya tahan baterai, seperti pada OnePlus 11 yang menawarkan pengisian cepat dan performa keseluruhan daripada fitur premium yang mungkin tidak terlihat secara langsung, seperti teknologi layar lipat pada Samsung Galaxy Z Fold 4.
Terkait: Kenapa sensor magnetometer di hp Android sering keliru?
Leave a Reply
Your email address will not be published.