Kenapa banyak sensor pada hp Android tidak tersertifikasi secara resmi?
Sensor pada ponsel Android sering kali tidak tersertifikasi secara resmi karena keterbatasan biaya produsen dalam mendapatkan sertifikasi dari lembaga penguji. Beberapa produsen lebih memilih untuk fokus pada pengembangan dan inovasi produk ketimbang mengeluarkan biaya tambahan untuk sertifikasi sensor. Hal ini juga disebabkan oleh waktu yang panjang dan birokrasi yang melelahkan dalam proses sertifikasi, sehingga produsen memilih untuk meluncurkan produk lebih cepat guna memenuhi permintaan pasar.
Keterbatasan biaya produsen.
Keterbatasan biaya produsen menjadi faktor utama tidak tersertifikasinya banyak sensor pada hp Android, seperti yang kita temukan pada model-model seperti Xiaomi Redmi Note dan Realme C series. Produsen sering kali memilih komponen yang lebih murah, seperti sensor sidik jari Ultrasonic yang dikembangkan oleh Qualcomm, untuk menekan biaya produksi, sehingga kualitas sensor bisa variatif.
Dalam banyak kasus, sensor yang tidak tersertifikasi memiliki performa kurang optimal, misalnya sensor pengukuran detak jantung seperti yang terdapat pada Samsung Galaxy A series, atau mungkin tidak kompatibel dengan perangkat lunak yang lebih canggih. Hal ini berdampak pada pengalaman pengguna dan keandalan fungsi, seperti pengenalan sidik jari yang melambat atau gagal, atau ketidakakuratan dalam pengukuran detak jantung yang dapat mempengaruhi kesehatan pengguna.
Baca ini: Kenapa sensor sidik jari di hp Android sering gagal?
Perbedaan standar sertifikasi.
Banyak sensor pada hp Android, seperti Xiaomi Mi 11 atau Samsung Galaxy S21, tidak tersertifikasi secara resmi karena perbedaan standar sertifikasi yang diterapkan oleh berbagai lembaga. Misalnya, sensor biometrik seperti pemindai sidik jari pada perangkat seperti Google Pixel 6 atau pengenalan wajah di iPhone berbasiskan Android mungkin tidak memenuhi standar ISO (International Organization for Standardization) atau FIDO (Fast IDentity Online).
Selain itu, komponen seperti sensor akselerometer dan giroskop, yang dapat ditemukan di model seperti OnePlus Nord atau realme GT, sering menggunakan spesifikasi dari pabrikan yang berbeda, mengakibatkan variabilitas dalam kualitas dan akurasi. Ketidakpastian ini membuat produsen seperti Oppo dan Vivo lebih memilih untuk tidak mendapatkan sertifikasi resmi demi efisiensi biaya dan waktu produksi, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pengalaman pengguna secara keseluruhan.
Cek juga: Kenapa sensor cahaya pada hp Android sering tidak responsif?
Kurangnya kepatuhan regulasi.
Banyak sensor pada hp Android, seperti accelerometer dan gyroscope, tidak tersertifikasi secara resmi karena kurangnya kepatuhan regulasi dalam proses pengujian. Beberapa produsen, misalnya Xiaomi pada seri Mi dan Redmi, lebih mengutamakan biaya produksi dibandingkan standar kualitas yang ketat.
Penyimpangan dalam proses kalibrasi dan pengujian perangkat keras sering kali terjadi, terutama pada model-model entry-level. Efeknya, fungsi sensor dapat terpengaruh, seperti akurasi accelerometer dan gyroscope yang menurun. Contohnya, pada beberapa model Samsung Galaxy A series, akurasi yang rendah dapat membuat aplikasi seperti game balapan atau fitness tidak berfungsi dengan baik, sehingga mengurangi pengalaman pengguna.
Serupa: Kenapa sensor sidik jari hp Android sulit mendeteksi?
Ketidakrelevanan pasar.
Banyak sensor pada hp Android, seperti sensor sidik jari (fingerprint sensor) dan sensor detak jantung (heart rate sensor), tidak tersertifikasi karena ketidakrelevanan pasar. Misalnya, fitur sensor sidik jari pada model Samsung Galaxy S21 sering kali dianggap lebih penting dibandingkan sensor detak jantung yang ditemukan pada model Fitbit. Pengembang sering kali memperkenalkan teknologi baru, seperti sensor buka kunci dengan wajah pada perangkat Xiaomi Mi 11, yang tidak diminati konsumen, sehingga sertifikasi menjadi kurang berarti.
Selain itu, banyak fitur canggih, seperti kamera 108 MP pada Xiaomi Mi Note 10, tidak memiliki aplikasi praktis yang dapat meningkatkan pengalaman pengguna sehari-hari, karena kebanyakan pengguna hanya membutuhkan kualitas foto yang baik untuk momen biasa. Akhirnya, biaya untuk mendapatkan sertifikasi resmi, seperti sertifikasi IP67 untuk ketahanan air pada perangkat iPhone 13, sering kali tidak sebanding dengan potensi penjualan yang dihasilkan, terutama jika fitur tersebut tidak menarik perhatian pasar.
Lihat ini: Kenapa sensor proximity di hp Android kadang bermasalah?
Batasan teknis produk.
Banyak sensor pada hp Android, seperti Samsung Galaxy A53 atau Xiaomi Redmi Note 11, tidak tersertifikasi karena batasan teknis produk yang diimplementasikan oleh produsen. Misalnya, sensor accelerometer dan gyroscope sering kali menggunakan chipset dengan kualitas rendah, seperti sensor dari pabrikan yang kurang dikenal, untuk menghemat biaya. Selain itu, proses kalibrasi yang tidak tepat pada beberapa model, seperti Realme 8, dapat mengakibatkan hasil pengukuran yang kurang akurat. Akhirnya, beberapa sensor mungkin tidak memenuhi standar industri seperti FCC (Federal Communications Commission) atau CE (Conformité Européenne), sehingga tidak mendapatkan sertifikasi yang diperlukan, yang dapat berpengaruh pada keandalan penggunaannya.
Pelajari juga: Kenapa hp Android selalu memerlukan kalibrasi sensor baru?
Proses sertifikasi yang panjang.
Proses sertifikasi untuk sensor pada hp Android, seperti sensor kamera dari merk Samsung atau Xiaomi, sering kali memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, setiap sensor, seperti sensor ultrasonik atau sensor kedekatan, harus memenuhi standar kualitas dan kinerja tertentu sebelum bisa digunakan secara resmi pada produk seperti Samsung Galaxy S series. Pengujian laboratorium juga menjadi bagian dari proses tersebut untuk memastikan keakuratan dan ketahanan sensor. Misalnya, sensor gambar pada smartphone iPhone, seperti iPhone 14 Pro, telah melalui berbagai uji ketahanan untuk memastikan performa maksimal.
Akibatnya, banyak produsen, seperti Realme atau Vivo, memilih untuk menggunakan sensor yang tidak tersertifikasi agar bisa segera memperkenalkan inovasi baru ke pasar, meski dengan risiko kualitas yang mungkin belum terjamin. Pilihan ini sering dilakukan untuk menarik perhatian pengguna dengan fitur baru sebelum kompetitor dapat meluncurkan produk yang setara.
Terkait: Kenapa sensor giroskop di hp Android sering error?
Teknologi sensor yang baru.
Banyak sensor pada hp Android, seperti Samsung Galaxy S21 dengan sensor pemindai sidik jari ultrasonik, tidak tersertifikasi secara resmi karena teknologi sensor yang baru sering kali dikembangkan oleh produsen yang kurang dikenal. Sensor seperti LiDAR yang digunakan pada iPhone 12 Pro dan sensor kedalaman pada perangkat seperti Google Pixel 4 memerlukan kalibrasi yang kompleks dan protokol standar yang mungkin belum diadopsi secara luas.
Selain itu, berbagai sensor yang menggunakan teknologi AI, seperti sensor pengenalan wajah pada Xiaomi Mi 10 atau deteksi gerakan di Samsung Galaxy Note 20, mungkin belum mengikuti standar industri yang ketat. Akibatnya, meskipun inovatif, teknologi baru ini sering dipertanyakan dalam hal akurasi dan keamanan, terutama dalam konteks privasi pengguna.
Lainnya: Kenapa sensor accelerometer hp Android tidak akurat?
Kepentingan bisnis yang berbeda.
Banyak produsen smartphone Android, seperti Xiaomi, Oppo, dan Realme, memiliki kepentingan bisnis yang berbeda, sehingga mereka lebih memilih untuk menggunakan sensor yang tidak tersertifikasi, seperti sensor sidik jari. Hal ini sering kali mengarah pada pengurangan biaya produksi, meskipun dapat mengorbankan kualitas sensor, seperti ketepatan dan kecepatan dalam mendeteksi sidik jari.
Selain itu, integrasi komponen yang tidak teruji, seperti kamera dengan sensor resolusi rendah, dapat mempercepat waktu peluncuran perangkat ke pasar. Konsumen pun sering kali menjadi korban dari keputusan ini saat mengalami masalah pada kinerja sensor, contohnya, kesulitan dalam membuka kunci layar atau kualitas foto yang buruk pada smartphone seperti Samsung Galaxy M series.
Cek juga: Kenapa sensor suhu pada hp Android jarang tepat?
Spesifikasi perangkat keras terbatas.
Sensornya biasanya menggunakan spesifikasi perangkat keras terbatas yang dapat mempengaruhi akurasi data, misalnya sensor kamera 12MP pada smartphone seperti Samsung Galaxy A52. Banyak produsen menggunakan komponen generik, seperti modul sensor IMX582 yang lebih murah, untuk menekan biaya produksi. Kualitas sensor tidak selalu memenuhi standar yang ditetapkan oleh lembaga sertifikasi, seperti FCC atau CE. Akibatnya, sensor tersebut tidak mendapatkan sertifikasi resmi untuk digunakan secara luas, sehingga mempengaruhi keandalannya dalam fungsi seperti pengambilan gambar di kondisi cahaya rendah.
Pelajari juga: Kenapa sensor gravitasi sehari-hari jarang dibaca oleh hp Android?
Risiko dan prioritas pengembang.
Banyak sensor pada hp Android, seperti sensor fingerprint (misalnya milik Samsung Galaxy S23) dan sensor pengenalan wajah (seperti menggunakan teknologi Face ID pada Google Pixel 7), tidak tersertifikasi karena risiko keamanan yang mengancam data pengguna. Pengembang sering kali memprioritaskan fitur inovatif, seperti kemampuan penguncian layar yang lebih cepat, daripada pengujian menyeluruh.
Fungsi-fungsi ini, meskipun menarik dan inovatif, bisa mengandung celah keamanan, seperti kasus yang pernah terjadi pada sensor fingerprint yang dapat dibobol dengan mudah if terekam oleh pihak ketiga. Dalam dunia yang cepat berubah, kadang-kadang cepat rilis lebih menarik ketimbang menunggu sertifikasi resmi, seperti perilisan perangkat baru OnePlus yang selalu dilakukan dengan cepat dan penuh fitur, walaupun belum mendapatkan verifikasi keamanan dari lembaga terkait.
Lihat juga: Kenapa sensor magnetometer di hp Android sering keliru?
Leave a Reply
Your email address will not be published.